Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Menyambut 1 Syawal 1437 Hijriyah

Ramadan Tahun 1437 Hijriyah bukanlah bulan yang mudah bagi kita semua. Tidak hanya diuji ketahanannya untuk menahan lapar, dahaga, serta nafsu duniawi, namun kualitas kesabaran kita juga diuji oleh serangkaian peristiwa yang mengiringi. Aksi teror yang memakan korban jiwa, pembunuhan massal, Timur Tengah yang masih membara dan segenap penjuru dunia yang turut memanas, hingga di negeri ini yang masih banyak ditemui golongan-golongan yang rentan akan gesekan dan konflik, mencederai toleransi dan tenggang rasa yang sejatinya merupakan nilai-nilai luhur kita. Sesungguhnya ini adalah ujian bagi segenap umat manusia. Bisa saja para pelaku menjustifikasi aksi-aksi terornya dengan nilai-nilai agama maupun ideologi lainnya. Namun kesalahan mereka dalam menerjemahkan konteks nilai  yang mereka pegang membuat mereka lupa akan kondisi orang lain yang berbeda. Hilangnya rasa saling pengertian inilah yang membuat mereka, dan mungkin kita, mengutamakan agitasi amarah dan mengesampingkan nilai-ni

Kartini dan Gerakan Kebaya Nasional

Hari Kartini dirayakan oleh sejumlah instansi di Indonesia dengan perintah mengenakan kebaya/pakaian tradisional lainnya. Sesederhana itu. Tanpa perlu mengadakan kajian mendalam ataupun sekedar membaca cucuran hati dan perasaan Kartini yang kelak menjadi sebuah ‘magnum opus’ berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ (menurut saya, judul ini akan terasa cocok jika digunakan sebagai motto PLN). Seolah-olah Kartini adalah seorang tokoh penggagas pakaian tradisional. Sebagai sebuah simbol resistensi terhadap gelombang modernisasi fashion-fashion modern.

Selfie: Antara Aktualisasi Diri dengan Fog of War

Siapa yang masih asing dengan kata selfie? Tidak perlu saya lakukan survei atau jajak pendapat, semua orang yang mampir (atau tersesat) untuk membaca tulisan ini setidaknya tahu apa itu selfie. Bahkan sebagian besar pasti pernah melakukan cara mengambil foto diri dengan menggunakan gawai pribadi maupun milik kawan sendiri. Meskipun awalnya malu-malu, namun lama-kelamaan seseorang akan terdorong untuk mengulangi hal serupa lagi dan lagi. Tentu saja jika mendapat respon positif. Jika respon yang didapat negatif, maka pilihannya ada dua. Entah itu merasa tahu diri dan berhenti, atau pasang muka tebal dan mengulangi langkah yang serupa. Kiranya ini yang menyebabkan kita mampu menyaksikan berbagai macam foto selfie rasa gado-gado di media sosial.

Jalur Besi Menuju Masa Lalu

Dulu... Iya, duluuu banget! Pas tahun pertama di SMA. Ini adalah satu dari sedikit hal yang cukup membuatku terhibur. Pulang sekolah bareng temen-temen baru. Seringkali bareng sama temen-temen satu kos (yang juga baru). Biasanya sih, di sepanjang jalur ini kita suka ngobrol-ngobrol bareng. Mulai dari tugas dan ulangan harian yang benar-benar terjadwal, nyorakin cie-cie ke temen yang jadi sasaran perjodohan paksa (jadi inget yang di sana, apa kabar?), sampai ngobrolin soal game atau film. Segala bahan obrolan masuk deh di situ. Karena jalur kereta api ini aktif, pada awal kami lewat sini sih mesti was-was. Takut jadi korban kecelakaan konyol. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, kami merasa santai saja acapkali lewat sini. Toh kami lama-lama hapal dengan jadwal kereta api di sini. Kalau ada kereta lewat, ya tinggal minggir. Bahkan seringkali kami menguji keseimbangan tubuh dengan berjalan meniti rel. Serasa jadi ninja kalau main beginian, hehehe. Seperti kereta api

La Nuit Porte Conseil

Harpsichord Concertos BWV 1052-1058 gubahan Johann Sebastian Bach, seorang komponis Jerman pada era Barok, menemaniku pada tiap detik dalam meniti malam yang kian kelam dan dalam.

Surat Terbuka untuk Bapak dan Ibu Walikota Tersayang

Bapak dan Ibu Walikota yang budiman. Bila memang ada miskomunikasi di antara bapak dan ibu sekalian, saya mohon untuk segera diluruskan kembali. Alangkah sedih perasaan saya apabila kedua birokrat yang menjadi junjungan netizen Indonesia (baik yang jomblo maupun berpasangan) justru malah ada miskomunikasi. Saya khawatir kalau isu ini dimanfaatkan dengan brengsek oleh oknum-oknum yang tidak mau bertanggungjawab untuk dijadikan bahan perang bacotan antar penggemar masing-masing kepala daerah.

Serasa Dipecundangi Mantan (Provinsi)

Disclaimer: Tulisan kali ini tidak membahas soal mantan-mantan gandengan saya. Ini bukan postingan baper. Sekali lagi percayalah! Tidak ada muatan-muatan atau kepentingan-kepentingan yang bernada sendu mendayu-dayu. Entah mengapa, lagi-lagi kok saya bisa menemukan berita menarik pada sebuah koran yang sudah berkali-kali saya bahas isinya di blog ini. Dan ketemunya itu kok ya pada saat saya lagi makan. Kalau tidak saat makan nasi goreng tengah malam, ya pada saat santap siang di tengah panasnya kota Surabaya (tapi giliran hujan lebatnya Masya Allah... edan! ). Sebab-musababnya, tak lain dan tak bukan, karena di tempat-tempat yang menjadi jujugan saya untuk makan cuma ada koran itu saja (saya rasa tidak usah sebut merek lagi, he he he).

Lakon Bedil Keponakan dan Paman

Harus diakui bahwasanya bertemunya seseorang dengan sebuah inspirasi untuk menulis itu dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Bahkan saya ketika menikmati nasi goreng di warung kopi langganan, ndilalah kok saya menemukan sebuah berita di koran yang rasanya cukup menarik. Karena tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan, maka untuk saat ini saya akan ulas berita temuan saya yang berjudul “Bercanda dengan Senapan Angin, Pipi Paman Tertembak”. Gambar 1: Hubungan antara paman dengan keponakan tidak pernah seheboh ini.

Celotehan 14 Februari

Sekali melawan, kemudian hilang dan terlupakan sepanjang masa. Soeprijadi, merupakan seorang Shodanco di kesatuan militer Pembela Tanah Air (PETA). Menjadi komandan peleton di kesatuan PETA Blitar, Soeprijadi bersama kawan-kawannya di PETA melangsungkan gerakan pemberontakan terhadap otoritas Jepang. Melawan Jepang yang dikenal kejam dan bengis, bahkan melebihi rezim kolonial Belanda, merupakan sebuah hal yang dirasa sama saja dengan cari mati atau setor nyawa. Namun Soeprijadi dan kawan-kawannya tidak peduli. Mereka tetap optimis dan berpegang teguh pada sebuah keyakinan. Kekejaman terhadap bangsa sendiri harus dilawan dengan keberanian. Mati adalah urusan belakang.