Skip to main content

Surat Terbuka untuk Bapak dan Ibu Walikota Tersayang

Bapak dan Ibu Walikota yang budiman.

Bila memang ada miskomunikasi di antara bapak dan ibu sekalian, saya mohon untuk segera diluruskan kembali. Alangkah sedih perasaan saya apabila kedua birokrat yang menjadi junjungan netizen Indonesia (baik yang jomblo maupun berpasangan) justru malah ada miskomunikasi. Saya khawatir kalau isu ini dimanfaatkan dengan brengsek oleh oknum-oknum yang tidak mau bertanggungjawab untuk dijadikan bahan perang bacotan antar penggemar masing-masing kepala daerah.

Saya memahami betapa besar dan kuat basis pendukung masing-masing walikota. Ibu yang memiliki kesan dekat dengan rakyat dan Bapak yang suka bercengkrama dengan kaum jomblo Paris van Java.

Sebagai pemerhati nasib kaum tunggal, saya merasa sangat prihatin apabila ada tukang kompor yang menginisiasi adanya "Perang Saudara". Mengapa saya mengutarakan kekhawatiran saya dengan membawa nama kaum tunggal? Karena saya paham, kedua figur seperti Bapak dan Ibu memiliki pendukung militan yang mayoritas jomblo. Maka sudah bisa diperkirakan skenario terburuk yang bisa saja terjadi.

Perang saudara antara Jomblo Surabaya dengan Jomblo Bandung.

Kemungkinan ini sangatlah terasa ironis jika kita melihat kepada para pendukung sepakbola dari masing-masing kota. Baik Bonek maupun Viking (setahu saya) adalah pendukung sepakbola yang bersahabat erat dan menjalin tali aliansi yang militansinya Masya Allah... ngalah-ngalahin jiwa korsanya mas-mas yang tinggal di barak militer. Tapi dengan adanya isu ini, dan melihat kecenderungan netizen Indonesia yang labil dan suka ribut, kok saya jadi khawatir.

Akhirul kalam, saya cuma berharap supaya kedua belah pihak mampu menyelesaikan masalah dan meluruskan isu yang ada dengan cara yang baik-baik dan damai. Alangkah baiknya apabila jagad Indonesia ini terhindar dari segala keributan yang tidak penting. Kasihan juga apabila para jomblo-jomblo militan dari kedua kota tersebut malah terbakar oleh provokasi orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sudah cukup mereka mengisi hari dengan hati yang sepi teriris pedih. Tak perlu ditambahi dengan pertikaian tiada arti.

Salam Berdihari! Kaum Tunggal tetap jaya menentang hegemoni brengsek kaum berpasangan yang karbitan tanpa surat nikah!

#‎SuratTerbukaSingkat

Surabaya, 25 Februari 2016, 17:20.



Gambar 1: Cuitan dari Sang Walikota. (Sumber: detik.com)

Comments

Popular posts from this blog

Balada Kertas Leces dan Tukang Sedekah Asap

Gambar 1: Kertas Leces, riwayatmu kini. Selama 20 tahun kehidupan saya, (hampir) tidak pernah saya merasa trenyuh ketika mendengar kabar tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terlebih memiliki sebuah ikatan emosional dengan korporasi manapun. Namun PT Kertas Leces (Persero) adalah sebuah pengecualian. Memang kedua orang tua saya tidak bekerja sebagai karyawan di pabrik kertas milik negara ini. Namun lingkungan masa remaja sayalah yang mungkin membentuk perasaan simpati terhadap perusahaan yang terletak di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.

Kalkun, Unggas dengan Identitas yang Tidak Jelas

Ilustrasi Kalkun (Credit: Angeline) Kalkun bukanlah hewan yang populer di Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, unggas tersebut kalah pamor dengan ayam yang notabene masih satu ordo Galliformes. Akui sajalah, kalian yang di Indonesia pasti lebih sering melihat ayam daripada kalkun, baik ternak maupun yang berkeliaran. Memang masih jarang ada peternak kalkun di Indonesia. Selain itu, ayam telah berhasil lebih dulu menguasai Indonesia dari segi budaya kulinernya. Tiap Lebaran, hidangan opor ayam jauh lebih umum jika dibandingkan dengan olahan daging kalkun. Bahkan, Natalan di Indonesia pun belum tentu dirayakan dengan makan kalkun ramai-ramai. Tidak seperti Amerika Serikat yang setiap tahun rutin merayakan Thanksgiving dan Natal dengan menyantap kalkun yang gemuk, bukan ayam kampung yang hingga kini menempati kasta tertinggi kualitas daging ayam di Indonesia. Karena tingkat popularitasnya yang kurang di mata khalayak Indonesia, mungkin hanya segelintir orang yang semp

Kisah Tiga Bungkus Susu Kedelai

Pada suatu petang, tepatnya pada tanggal 11 November 2015, Yang Maha Kuasa sepertinya mempertemukanku dengan dua orang yang tidak pernah kuduga kemunculannya dalam hidupku. Kuingat pada saat itu aku sedang berada di sebuah warung penyetan sekitar daerah Kalidami setelah sebelumnya sempat beraktivitas di kampus. Aku semula berniat untuk menyegerakan diri menyantap makanan yang kupesan hingga dengan tiba-tiba seorang gadis kecil datang menghampiriku. Ia rupanya datang bersama ibunya yang menunggu tak jauh dari tempat sang gadis kecil itu berdiri sambil menaiki sepeda. Aku baru menyadari keberadaan gadis kecil itu ketika ia mulai membuka percakapan dengan saya (Jujur sebenarnya aku sendiri tidak hafal persis bagaimana detail percakapan yang mengalir pada saat itu. Namun setidaknya inilah gambaran yang kuingat tentang kejadian pada petang itu).