Harus diakui bahwasanya bertemunya seseorang
dengan sebuah inspirasi untuk menulis itu dapat terjadi di mana saja dan kapan
saja. Bahkan saya ketika menikmati nasi goreng di warung kopi langganan, ndilalah kok saya menemukan sebuah
berita di koran yang rasanya cukup menarik. Karena tidak ada hal lain yang bisa
saya lakukan, maka untuk saat ini saya akan ulas berita temuan saya yang
berjudul “Bercanda dengan Senapan Angin, Pipi Paman Tertembak”.
Gambar 1: Hubungan antara paman dengan keponakan tidak pernah seheboh ini. |
Berita yang saya temukan di harian Jawa Pos edisi
16 Februari 2016 berkisah tentang lakon dagelan
antara Sang Keponakan dengan Sang Paman yang nahasnya, berujung petaka. Rupanya
yang menjadi sumber petaka pada lakon dagelan tersebut adalah sebuah properti
yang digunakan, senapan angin. Sang Paman yang berperan menjadi tawanan terkena
luka tembak di bagian pipi kanan karena senapan angin yang dipegang oleh Sang
Keponakan yang berperan sebagai penawan tiba-tiba meletus. Walhasil, drama
komedi itupun berakhir dengan sebuah kecelakaan non-scripted yang notabene bukan bagian dari sandiwara. Tentu saja
adegan ini sangat tidak lucu.
Kronologi peristiwa saya lampirkan di bawah ini.
Jika gambar kurang jelas atau berita terlalu panjang, bisa dilihat di situs berita daring ini.
Sandiwara canda yang berujung musibah itu tentunya membuat saya bereaksi. Namun bukanlah geli-geli tawa yang saya rasakan. Melainkan rasa prihatin karena kecelakaan ini disebabkan oleh keteledoran seseorang akan senapan angin yang dimiliki. Senapan angin, sewajarnya digunakan untuk keperluan berburu dan olahraga. Namun di dalam kasus itu senapan angin malah digunakan secara sembrono sebagai properti dagelan.
Peraturan tentang senapan angin dan kawan-kawannya
juga telah termaktub di dalam Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 dan secara rinci dijelaskan pula di Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012. Malahan pada dasar hukum yang
saya sebut terakhir menjelaskan tentang pengawasan dan pengendalian senjata api
untuk olahraga. Termasuk penggolongan jenis dan kegunaan, klasifikasi senapan,
perizinan, serta segala tetek-bengek yang mengikutinya. Namun saya tidak akan
menjelaskan lebih jauh hubungan antara kasus ini dengan Peraturan Kapolri
tersebut. Selain tidak dijelaskan bagaimana status senapan angin yang dimiliki
oleh sang aktor, saya pribadi juga tidak tahu apakah sang empunya telah
memenuhi segala persyaratan yang diminta oleh hukum. Setidaknya, kita menjadi
tahu bahwa kepemilikan senapan pun ada dasar hukumnya.
Yang ingin saya bahas di sini adalah soal etika
penggunaan senapan angin yang berlaku. Dari sekian banyak sumber yang telah saya
jelajahi, saya menemukan beberapa sumber yang cukup memuaskan dalam menjelaskan
etika senapan angin. Salah satunya adalah Sapta Etika PERBAKIN yang menyebutkan
kode etik dalam berburu. Memang kode etik tersebut lebih fokus pada perburuan satwa.
Namun simaklah poin kedua yang berbunyi:
“Saya akan selalu berusaha mematuhi segala peraturan yang berlaku tentang perburuan dan penggunaan berbagai senjata api terutama penggunaan senjata berburu dan cara-cara pengamanannya.”
Poin tersebut cukup menjelaskan kepada kita semua
bahwa penggunaan senapan angin bukanlah sesuatu yang dilakukan secara
sembarangan dan sesuka hati. Peraturan tetap berlaku demi kebaikan bersama.
Kemudian, sumber berikutnya saya temukan di sebuah komunitas daring Indonesia. Lebih tepatnya di subforum olahraga. Sebuah post yang saya temukan di sebuah thread komunitas pemilik senapan angin memuat
etika dan tata cara penggunaan senapan angin yang cukup rinci (lihat Gambar 7).
Sekedar intermezzo: Waspadalah ketika
anda membuka thread tersebut.
Foto-foto bedilnya racun semua! He he he.
Gambar 7: Keamanan/Etika Lapangan. Credit to poster. |
Dari gambar tersebut dapat kita tarik kesimpulan
bahwa penggunaan senapan angin memang benar-benar bukan untuk main-main (bahkan
airsoftgun yang masuk dalam kategori
mainan saja memiliki peraturan yang ketat). Berikutnya kita tinjau kembali
lakon dagelan yang berbahaya itu. Jangankan menerapkan trigger discipline dan prosedur yang seharusnya, senapan angin
malah dibuat mainan seenaknya tanpa memperhatikan aspek keamanan. Parahnya,
lakon tersebut juga melibatkan balita berusia 1,5 tahun. Benar-benar contoh sebuah
lakon komedi slapstick yang tidak
ramah anak. Dilarang meniru adegan-adegan lakon tersebut di rumah anda
masing-masing!
Pesan saya, jangan ceroboh kalau soal senapan.
Entah itu senapan api, senapan angin, bahkan airsoftgun yang hanyalah sebuah mainan. Karena kecerobohan bisa
menjadi pintu gerbang menuju sebuah kecelakaan yang tidak diinginkan. Seperti
yang terjadi pada kasus yang saya sebut di atas. Awalnya hanya dagelan, tapi
ujungnya malah celaka. Orang yang tadinya senang-senang tertawa malah terancam
jiwanya.
Semoga cepat sembuh pak! Semoga satu keluarga sabar
dan sadar. Lain kali dagelannya jangan aneh-aneh. Kasihan yang jadi korban.
Surabaya, 17 Februari 2016, 03:55.
Comments
Post a Comment