Skip to main content

Haruskah Kita Mencoreng Citra Seseorang yang Kita Benci?

Jangan pernah menghina sekelompok orang yang memiliki pandangan yang bertentangan denganmu. Sekalipun pandangan tersebut bagimu terasa menjijikkan dan rendah sekalipun.

Karena justru dari hinaan dan caci-maki itulah, kelompok yang engkau benci tersebut mampu memosisikan dirinya sebagai kelompok yang tertindas. Terlebih dengan adanya kalimat "orang yang berada di jalan yang benar akan selalu dicaci-maki orang banyak." Hinaan yang kau lontarkan justru mampu menjadi justifikasi bagi mereka untuk memperjuangkan pandangan hidup mereka yang bisa saja memang tidak kompatibel dengan hajat hidup orang banyak yang meskipun berbeda ragam, namun sama-sama mengharapkan kehidupan yang damai.

Dengan kata lain, mulutmu harimaumu. Hinaan yang kau lontarkan menjadi makanan yang menghidupi mereka. Bumerang itu nyata, kawan.

Wajar memang apabila kita merasa tidak setuju dengan pandangan suatu kelompok. Dan seringkali emosi kita tergerak untuk melawan. Namun di sinilah kelemahan kita. Kacamata kebencian seakan membutakan kita, yang awalnya membenci gagasannya merambat menjadi kebencian terhadap kepribadian. Seringkali kita bersorak-sorai mengumpat ria apabila tokoh yang mewakili kelompok yang bertentangan memiliki cacat-cacat di ranah privat. Ego kita membenarkan tindakan untuk mempermalukan sisi pribadi orang yang bersangkutan. Kalau sudah demikian, kita tidaklah berbeda busuknya dengan mereka yang kau anggap busuk itu.

Bayangkan jika engkau merendahkan seseorang yang pandangannya kau anggap terlalu bebal dan menyerangnya dari sisi privat. Engkau tidak hanya melukai harga dirinya, tetapi juga melukai perasaan orang-orang yang dekat dengannya. Biar bagaimanapun juga, orang yang kau benci pandangan hidupnya tetaplah manusia, sama seperti engkau. Sama-sama butuh makan, sama-sama butuh mata pencaharian, dan juga sama-sama butuh uang untuk menghidupi keluarga.

Mungkin saja akan ada orang-orang yang berkomentar seperti demikian:
"Tetapi, mereka adalah orang-orang yang menebar kebencian dan tak segan melakukan kekerasan terhadap kelompok lain yang berbeda. Orang yang menghapuskan kemanusiaan orang lain tidak seharusnya diperlakukan secara manusiawi."

Jika pandanganmu seperti demikian, kemudian saya mempertanyakan apakah yang menuntun pandangan hidupmu adalah akal sehat atau nafsu amarah? Seringkali kita selalu mencampurbaurkan antara hukuman dengan pembalasan dendam.

Yang membedakan di antara keduanya adalah, di dalam balas dendam, engkau menghalalkan segala cara untuk menghabisi lawanmu dengan dasar amarah sepihak. Sedangkan hukuman diberlakukan atas dasar kebaikan bagi seluruh kelompok dan berlaku atas seluruh subjek hukum, tanpa memandang identitas pembeda yang melekat. Supaya setiap orang menyadari konsekuensi dari pelanggaran hukum yang berlaku.

Jika engkau tidak setuju dengan pandangan hidup seseorang yang kau rasa merugikan, lawanlah dengan argumen-argumenmu. Berilah alasan yang kuat mengapa engkau menentang pandangannya. Tidak perlu menggunakan kata-kata kasar, apalagi sampai membawa-bawa kehidupan pribadinya. Bisa saja, orang yang kau hina itu kesehariannya selalu banting tulang hingga berhutang demi menyekolahkan anaknya. Namun kebencian mengubah kemanusiaan kita menjadi kesetanan.

Saya menyadari, hingga detik saya menulis dan mengunggah tulisan ini, ada beberapa orang yang membenci saya atas apa yang pernah saya lakukan atau yang pernah saya tulis dan ucapkan. Mungkin saja saya di masa lalu melukai hati dan pribadi kalian masing-masing. Yang bisa saya lakukan adalah meminta maaf kepada kalian. Dan jika kalian masih membenci saya, saya berharap bahwa setidaknya hal tersebut hanya berkutat pada perbedaan pandangan hidup. Tidak perlu sampai saling menjelekkan pribadi masing-masing, sebuah kesalahan yang mungkin saya juga sering luput.

Meskipun sebenarnya, dunia akan lebih indah apabila kita bisa saling menerima tanpa perlu membenci satu sama lain.

NB: Penulis adalah seseorang yang sering merasa gelisah, tidak aman, dan tidak nyaman untuk keluar rumah karena berbeda dengan orang lain.

Surabaya, 30 Januari 2017, 10:07.

Comments

Popular posts from this blog

Balada Kertas Leces dan Tukang Sedekah Asap

Gambar 1: Kertas Leces, riwayatmu kini. Selama 20 tahun kehidupan saya, (hampir) tidak pernah saya merasa trenyuh ketika mendengar kabar tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terlebih memiliki sebuah ikatan emosional dengan korporasi manapun. Namun PT Kertas Leces (Persero) adalah sebuah pengecualian. Memang kedua orang tua saya tidak bekerja sebagai karyawan di pabrik kertas milik negara ini. Namun lingkungan masa remaja sayalah yang mungkin membentuk perasaan simpati terhadap perusahaan yang terletak di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.

Kalkun, Unggas dengan Identitas yang Tidak Jelas

Ilustrasi Kalkun (Credit: Angeline) Kalkun bukanlah hewan yang populer di Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, unggas tersebut kalah pamor dengan ayam yang notabene masih satu ordo Galliformes. Akui sajalah, kalian yang di Indonesia pasti lebih sering melihat ayam daripada kalkun, baik ternak maupun yang berkeliaran. Memang masih jarang ada peternak kalkun di Indonesia. Selain itu, ayam telah berhasil lebih dulu menguasai Indonesia dari segi budaya kulinernya. Tiap Lebaran, hidangan opor ayam jauh lebih umum jika dibandingkan dengan olahan daging kalkun. Bahkan, Natalan di Indonesia pun belum tentu dirayakan dengan makan kalkun ramai-ramai. Tidak seperti Amerika Serikat yang setiap tahun rutin merayakan Thanksgiving dan Natal dengan menyantap kalkun yang gemuk, bukan ayam kampung yang hingga kini menempati kasta tertinggi kualitas daging ayam di Indonesia. Karena tingkat popularitasnya yang kurang di mata khalayak Indonesia, mungkin hanya segelintir orang yang semp

Kisah Tiga Bungkus Susu Kedelai

Pada suatu petang, tepatnya pada tanggal 11 November 2015, Yang Maha Kuasa sepertinya mempertemukanku dengan dua orang yang tidak pernah kuduga kemunculannya dalam hidupku. Kuingat pada saat itu aku sedang berada di sebuah warung penyetan sekitar daerah Kalidami setelah sebelumnya sempat beraktivitas di kampus. Aku semula berniat untuk menyegerakan diri menyantap makanan yang kupesan hingga dengan tiba-tiba seorang gadis kecil datang menghampiriku. Ia rupanya datang bersama ibunya yang menunggu tak jauh dari tempat sang gadis kecil itu berdiri sambil menaiki sepeda. Aku baru menyadari keberadaan gadis kecil itu ketika ia mulai membuka percakapan dengan saya (Jujur sebenarnya aku sendiri tidak hafal persis bagaimana detail percakapan yang mengalir pada saat itu. Namun setidaknya inilah gambaran yang kuingat tentang kejadian pada petang itu).